Jumat, 31 Desember 2010

Sebab Cuma Kau Satu-satunya Yang Mengikat

By Pidri Esha | At 10.17 | Label : | 0 Comments

Sebab cuma kau satu-satunya yang mengikat
di layar-layar biru membentang
di dinding malam yang tak pernah menghilang
di taman-taman yang tak pernah layu

Sebab cuma kau satu-satunya yangmengikat
dalam bilik-bilik penantian
dalam candi-candi yang kubangun sendiri
dalam angan-angan yang tak bertepi

Ahh..berabad lewat sudah
aku harus segera berangkat
keluar dalam rengkuhanmu
biar kurasakan kembali duka
sebab cuma kau satu-satunya yang mengikat

gedongsongo, Januari 2011
By Senja Kaki Bukit




Minggu, 26 Desember 2010

Pergantian Waktu di Pelupuk Mata

By Pidri Esha | At 19.31 | Label : | 0 Comments
Hati selalu bergetar 
melepaskan waktu
daun-daun jiwa serasa luruh 
ke lempung berpadas keras
gelombang kehidupan membelit membekas
laksana amuk merapi berawan panas


Aroma suka dan duka meruap ke beranda
detik-detik berpindah menit menjadi jam
hiasan daun kehidupan berwarna warni
terlukis pada kanvas-kanvas keangkuhan
bergelantungan pada dinding-dinding kemunafikan


Jiwa-jiwa kosong tercenung dalam sepi
menyirap tangisan menyayat hati
ingin kuusap dengan ujung jari terluka
buliran air mata menjadi telaga   


Banyak yang kita mengerti, tetapi tidak terucapkan
luruh bagai sehelai daun dari tangkai musim yang tersia


Banyak pula yang tidak kita mengerti
mengapa setiap kepergian
menorehkan kepedihan dalam hati?


Waktu terasa melompat seperti nadi
alirannya begitu deras dan menghanyutkan
bunga rampai kenangan menari indah
tertiup angin senja menerpa wajah


Selaksa peristiwa membentang cakrawala
tak terasa pergantian waktu di pelupuk mata   


Penanggalan pun lepas dari dinding hari kemaren
terkulai di lantai sudut ruangan
lalu melambai kepadaku dan mengucapkan
Selamat tinggal kenangan...”


jelang tahun baru, Desember 2010
by Senja kaki bukit


Jumat, 24 Desember 2010

Aku, Di antara Kalian dan Langit Biru

By Pidri Esha | At 04.06 | Label : | 2 Comments
Bisakah kau melihat apa yang kulihat?
Tidak, kurasa tidak bisa
Aku melihat bayang-bayang kehampaan
dan aku berusaha membuat
kehampaan itu menjadi sesuatu yang berarti

Namun sekeras apa pun usahaku
tetap saja kehampaan itu hampa
dan kehampaan itu tidak berarti apa-apa


Aku berada di tempat lain sekarang, di luar
dikelilingi orang-orang dan langit
Kulihat orang-orang itu serta birunya warna langit
namun tetap saja tidak ada yang berubah
Semua tetap sama
bernaung di bawah langit biru nan membentang
tersiram oleh hamparan cinta dan kasih sayang
Sang Penguasa Alam

                                                                                   
Langit biru, Desember 2010
by Senja kaki bukit

Selasa, 21 Desember 2010

IBUNDA

By Pidri Esha | At 08.47 | Label : | 0 Comments
Ibunda..
panggilan yang sangat dimuliakan sepanjang zaman
tersimpan makna kasih sayang, pengorbanan,
tenggang rasa, tabah, penuh pengertian dan kearifan

Ibunda..
seseorang yang melahirkan kita,
membelai kita dengan penuh kelembutan
meninabobokan kita dengan senandung keabadian
mendidik kita dengan kedisiplinan
mengimbangi kita dengan kebaikan hati
melindungi kita dari segala ketakutan

Ibunda..
dari matanya seolah-olah menyorotkan kompas
yang bisa dijadikan pedoman
dari tangannya terasa getar cinta dan kasih sayang
yang mampu membimbing menuju cita-cita mulia
dari dekapannya terasa sejuk menenteramkan,
seolah beribu mega yang pantas dijadikan tempat berlindung   

Ibunda adalah sumber inspirasi dan sumber peradaban umat manusia
Ibunda adalah makhluk yang memiliki segala-galanya
karena “Surga di bawah telapak kaki ibunda”
hari ibu, 22 Desember 2010
by senja kaki bukit

“SELAMAT HARI IBU”

Senin, 13 Desember 2010

Imajinasi Dalam Secangkir Kopi

By Pidri Esha | At 03.03 | Label : | 0 Comments
Tak usah mendulang rembulan,
memandangnya saja bikin hati senang. 
Tak usah mmbilang bintang, 
cahayanya saja bikin hati tertawan. 
Tak usah menjilat matahari, 
sinarnya saja bikin wajah berseri. 
Tak usah membelah langit, 
cukup gantungkan cita-cita setinggi langit. 
Tak usah menyelam laut, 
kedalamannya saja bikin takjub. 
Tak usah menembus bumi,
karena udaranya tipis sekali. 
Nikmati sajian yang telah Tuhan berikan
dan lukislah imajinasi dalam secangkir kopi..!!
senjahari, Desember 2010
by Senja Kaki Bukit

Selasa, 07 Desember 2010

LUKISAN HATI

By Pidri Esha | At 18.10 | Label : | 2 Comments
Mata kaca bening…
kau tlah menggantungkan genta cintamu
merentang di atas pelangi yang indah
kau tlah melambungkan angan-anganmu   
ingin menggapai cinta yang masih di awang-awang

Di tengah-tengah padang sahara
terhembus angin panas yang ganas
angan-anganmu melayang-layang
berarak tertelan awan kelam

kesepianmu adalah lumpur belantara
kesedihanmu adalah buliran nestapa
hanya bisa terhapus bila bayangan itu
terkubur sendiri dalam pusara

Senja kaki bukit…
Carut marut lukisan masih terpasang di pigura hatiku
ku biarkan terbaring di padang khayalku
dengan lukisan kanvas lembaran baru
ku coba ulas senyum pahit untukmu
karena kau tahu, jiwaku, geloraku,
masih terkurung dalam kepedihan itu

kicau senja hari, Desember 2010
By Senja kaki bukit feat Mata kaca bening 

Kamis, 18 November 2010

Hilang Dalam Waktu

By Pidri Esha | At 04.26 | Label : | 2 Comments

Ada yang hilang dalam waktu
ada pula waktu yang hilang
ketika hari beranjak petang


Banyak yang kita mengerti
tetapi tidak terucapkan
luruh bagai sehelai daun
dari tangkai musim yang tersia


Banyak pula yang tidak kita mengerti
mengapa setiap kepergian
menorehkan kepedihan dalam hati?


Di tengah waktu yang harus dibagi
di tengah yang hilang dalam waktu
petualang manapun ingat tempat pulang
dan kapal-kapal pun berlabuh di pangkuan

Senandung belantara raya, Nopember 2010
By Senja kaki bukit

Sabtu, 06 November 2010

Lembaran Hidup

By Pidri Esha | At 10.45 | Label : | 0 Comments

Malam semakin dingin
angin menyeriap menembus pori-pori
suara binatang malam bersahutan
melantunkan simfoni kedamaian

Nyanyian alam berdesah
desau angin mengembara
di rimbun semak hutan belantara
irama nyanyian semakin sumbang
mengiris sepi dinding kelam
menerpa dedaunan ranting kering
yang diam terpaku dan membisu

Mengarungi hidup
penuh suka dan duka
merenung dalam gelap
tentang perjalanan
yang terus menggeliat
detik demi detik berjalan
menit demi menit berkejaran

Bernafas dalam waktu
sibuk dalam genggaman
lembaran hidup yang teranyam
terasah indah dalam dekapan

belantara raya, Oktober 2010
by Senja Hati

Selasa, 19 Oktober 2010

Di Balik Bayang Merapi

By Pidri Esha | At 03.42 | Label : | 0 Comments
Siapakah yang tersenyum di bayang merapi?
tentunya kamu, Qirana
dengan wajah syahdu menjamah waktu
berkelana menyinggah tanah kota dan desa

Di Parangtritis jejak keriangan membumi
ku gandeng kau di tangan kiri
di Alun-alun Utara kau tuntun kereta barang
Aku menumpang sambil bersandaran

Kelekatan kita seperti hawa dingin dan merapi
kemanapun selalu berlilit tali
menyatu namun tak mengikat
seperti langkahmu yang jauh di awan

Kau berkelana bersama bayangan
menembus dinding kedukaan
Aku kau bawa dalam hatimu
tenggelam dalam denyut nadiku


di suatu senja, September 2010
by Senja Hati

Jumat, 15 Oktober 2010

Kala Matahari Terperangkap Senja

By Pidri Esha | At 22.05 | Label : | 0 Comments

Matahari jatuh di atas bukit
warna kuningnya  melukiskan bianglala
di atas dedaunan dan hamparan sawah
laksana ombak menerpa karang yang basah
**
Sebuah lukisan ujung hari
melukiskan kesenduan yang rawan dan memadat
bayang-bayang daun dan desauan angin
memetik rona dan irama kehidupan di tengah alam
**
Kala matahari terperangkap senja
kilau cahaya cerah merata
berganti dengan cahaya menguning
membias di atas bukit yang mengering
**
Kilauan senja hampir pupus
menggoreskan kenangan
melajur dalam jalur temaram
menoreh suatu peristiwa masa silam
**
Kemudaan mulai beranjak pergi
usia merayap memacu ke ujung waktu
ingin melepaskan hidup ke ujung kelam
ingin mengucapkan selamat jalan
**
Terlontar setiap helaan nafas
tuk menemukan pelabuhan terakhir
akankah semuanya akan berakhir?
tinggal manusia menunggu takdir (mati)

jelang magrib, September 2010
By Senja Kaki Bukit

Rabu, 29 September 2010

Cerpen : LARASATI..

By Pidri Esha | At 09.50 | Label : | 6 Comments
Larasati terdiam sudah tiga jam ia menatap monitor di depannya. Ia mendesah, bulir air mata perlahan menetes melewati kedua belah pipinya yang mulus. Ia sangat menyesal, marah, kecewa pada dirinya. Kenapa ia harus jatuh cinta lagi?. Tapi ia tak kuasa menolak, getaran-getaran cinta yang sudah lama terpendam, masa lalu yang sudah lama terkubur, tiba-tiba muncul kembali. Ia pejamkan matanya, dadanya terasa sesak, seolah-olah ada yang ingin meronta, menembus daging dan kulitnya. Ingin rasanya ia teriak tapi hening telah membungkamnya. Sekuat tenaga ia menahan isaknya sebab hening akan menjadi kotor karenanya.   

Berawal dari jejaring sosial  yang memberi layanan untuk menemukan siapa saja, baik teman lama atau teman baru yang belum sama sekali kenal, entah benar atau tidak yang jelas dunia maya bisa menjadi nyata, yang tak mungkin bisa jadi mungkin. Sebuah permintaan pertemanan dari Heru dilampiri pesan : Masih ingat diriku? Larasati termangu, masih terekam dengan jelas segala kenangan serba indah bersama Heru mantan kekasihnya. Heru selalu memeluknya hangat ketika ia menangis. Heru yang mengecup keningnya kali pertama dengan mesra sambil membawa bunga di hari ulang tahunnya. 

***                                                                                            
Kini sebagai wanita karier ia sukses. Keluarganya yang bahagia, anaknya yang pintar dan lucu-lucu, tak kurang suatu apapun. Suami yang sungguh memperhatikannya, selalu mendukungnya bahkan tak pernah sekalipun menyakiti hatinya. Tapi di dasar hatinya paling dalam ia menangis karena ia merasa dirinya sudah kotor. Sebenarnya ia tak begitu berharap lebih apalagi membuat orang jatuh cinta padanya, tapi kenyataan lain. Ia tak kuasa menolak, benteng pertahanannya yang selama ini kokoh tiba-tiba runtuh. Dan ia tak tahu kenapa?  

Sejak saat itu ia menjelma menjadi pencuri untuk sekedar melihat kekasihnya. Pertemuan-pertemuan dipintalnya dengan rapi, bahkan tak berlebihan jika ia mengajak kekasihnya itu tidak sekedar bertemu, saling menatap mata, mengecup bibir dan saling meraba. Heru begitu hebat, begitu mempesona, begitu menakjubkan. Tanpa malu-malu ia bergandengan tangan, bersandar di dadanya yang bidang. Padahal ia tahu, dada itu bukan miliknya lagi, tangan yang kokoh itu tak pantas ia genggam, wajah yang mempesona itu tak pantas ia elus. Dan ia tak tahu kenapa ia begitu menikmati semua sensasi yang membuncah dalam jiwanya.  

Jika mereka tidak bertemu, lewat sarana lain mereka menumpahkan segala kerinduan. Dalam hitungan detik ia sudah menghadapi kekasihnya di chat box. Bahkan tidak hanya saling melemparkan tulisan, fasilitas webcam setidaknya telah mengurangi rasa rindunya. Di monitor semua jadi nyata, ia masih bisa melihat senyum kekasihnya, wajahnya yang mempesona, rahangnya yang kokoh, menambah kejantanan seorang pria.  

***                                                                                    
Siang tadi, ia menunaikan janji dengan Heru kekasihnya. Seharusnya pertemuan ke sekian itu bisa membahagiakannya, tapi kenapa bertemu dengan orang yang dicintainya malah menoreh luka? Padahal nyaris seharian ia bersamanya, merayakan cinta yang pernah tertunda, cinta lama belum kelar (CLBK). Itulah pertemuan terakhir ia dengan Heru kekasihnya. Saat pesawat yang membawa Heru hilang dari pandangannya, tiba-tiba ia merasa terhempas ke dunia nyata, dunia sebenarnya yang selama ini tempat ia berpijak. Ia seperti bermimpi padahal tidak, mimpi yang menorehkan luka yang begitu dalam.  Kini ia ia hanya bisa memegang dadanya seperti menemukan luka yang masih basah dan tersimpan dalam di hati. Luka yang barangkali waktu tak akan bisa menyembuhkannya.  

Larasati kembali memegang dadanya erat-erat. Malam itu hening benar-benar menghancurkannya. Suara angin malam mendesau menerpa pucuk dedaunan menambah sayatan di dadanya. Kenangan indah bersama Heru siang tadi, berhamburan menjelma menjadi silet yang mencabik-cabik begitu saja. Apa yang harus kulakukan? Larasati resah.  

“Laras sayang…”! Ia tersentak. Suara lembut itu menambah perih hatinya.  
Tiba-tiba suaminya sudah memeluk erat dirinya. Ia tertunduk, air matanya bertambah deras dan ia tak sanggup, tak ada kekuatan sekalipun tuk memandang wajah suaminya.  

“Aku sudah tahu semua apa yang kamu lakukan”, bisik suaminya dengan tenang.
Bagai petir di siang bolong mendengar penuturan itu. Seketika ia terhenyak, terlempar ke jurang yang paling dalam, serasa nyawanya lolos dari raga. Ia merasa tak punya harga diri lagi di mata suaminya. Ingin rasanya ia teriak menumpahkan segala beban yang ada di dadanya.

“Laras, semua kuserahkan kepadamu, itu tanggung jawabmu”, lanjut suaminya dengan suara lembut seraya menyeka air matanya dan memeluknya kembali dengan penuh kasih sayang.  
Ia semakin terpuruk melihat sikap suaminya yang begitu baik, begitu sayang, berjiwa besar, tenang dalam menghadapi persoalan yang berat ini, bahkan tak sepatah kata marah keluar dari mulut suaminya. Jiwanya benar-benar lelah. Ia ingin mengakhiri dan melupakan semua apa yang telah ia lakukan selama ini.  
“Ma’afkan aku mas..”! Larasati berbisik lirih.

 
Larasati...
Berkelana iris janji
mengejar bisikan
bisikan memacu hasrat
desir-desir mimpi
isyaratkan legit dunia...
#Part song by DEWA19@

Gedongsongo, September 2010
By Senja kaki bukit


Selasa, 21 September 2010

Kisah Mawar, Kupu-kupu dan Kumbang

By Pidri Esha | At 08.53 | Label : | 1 Comments
Lelah seharian kupu-kupu itu terbang mengitari alam. Tak terperikan betapa letih hatinya, jiwanya. Terkadang tak peduli hujan badai, ia terjang. Hanya tuk menemukan mawar yang tlh lama ia tinggalkan.
Silaunya matahari coba ditepisnya tapi tak mengurangi rasa panas sengatan matahari.

Kupu-kupu itu hinggap di pohon perdu. Lembutnya hembusan angin terasa sejuk.“Ahh..”, kupu-kupu itu mendesah.
Di ujung sana ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Ia melihat sekuntum mawar, sepertinya ia kenal.

Terbanglah ia ke arah mawar itu. Ia terkesima dan berkata :
“Mawar, benarkah ini dirimu?’.
Mawar menoleh ke arah suara tersebut. Dan ia pun kaget bercampu senang dan haru.

“Kupu-kupu, sudah lama aku menantimu, aku rindu celotehmu”, jawab mawar dengan hati yang berbunga-bunga.
Kupu-kupu dan mawar itu melepas rindu, bercerita, bercengkerama, mencurahkan segala rasa.
Tiba-tiba datanglah kumbang dengan wajah garang.

“Mawar, apa yang kau lakukan”, teriak kumbang.
Dengan ketakutan yang luar biasa, dan terbata-bata mawar menjawab,
“Aaakkuu…lagi ngobrol sama-sama kupu-kupu”.
“Tidak boleh, tak seorangpun yang boleh mendekatimu”, teriak kumbang dengan suara menggelegar.
“Tapi, kupu-kupu sahabat lamaku”, jawab mawar memohon.

Kupu-kupu mencoba tuk menjelaskan semua. Belum sempat ia membuka mulut, sebuah pukulan melayang di wajahnya.
Kupu-kupu itu terjengkang. Mawar menjerit. Mencoba tuk melerai hingga kelopaknya terberai.
Dengan wajah bengis kumbang terus menghajar kupu-kupu.

Akhirnya demi kebaikan bersama kupu-kupu mengalah. Dengan tertatih-tatih ia terbang dan hinggap di rimbunnya perdu.
Sambil terisak, mawar merangkai kelopaknya satu persatu yang jatuh ke tanah. Sedangkan kumbang hanya menatap dengan angkuhnya, tak terbersit sedikitpun di pikirannya tuk membantu. Dari balik rumpun perdu, kupu-kupu hanya bisa mendesah gundah melihat kejadian itu.

Gedongsongo, Agustus 2010
By Senja kaki Bukit

http://flashfiction.ubudwritersfestival.com/2010/08/kisah-mawar-kupu2-dan-kumbang-3/

Sekilas Bayangan (Terjebak Dalam Jiwa)

By Pidri Esha | At 08.24 | Label : | 0 Comments












Derasnya hujan tak menghalangiku
berdiri terpaku menanti pesan darimu
Lelah mata ini memandang
Lelah jiwa ini berdendang

Lewat pesan dan bayangan
dirimu hadir sekilas
melewati padatnya jalanan
Sesaat kurasakan kehadiranmu

dari balik jendela kaca mobilmu
kulihat senyum manis mengembang dibibir yang basah
kukedipkan mataku..merona wajahmu..
kaupun tersipu malu
Aku dan dirimu hanya termangu,
terpaku, diam tanpa kata,
terjebak dalam kemacetan jiwa..

Bayangan itu semakin menjauh
lambaian tangan yang tersamar
tertimpa derasnya hujan
menghilang dibalik tikungan
membawa sejuta pesona
entah kapan akan terulang..












Ambarawa, September 2010
By Senja Kaki Bukit

TETES AIR MATA

By Pidri Esha | At 08.12 | Label : | 0 Comments
Tetes air mata bergulir
melewati celah kedukaan
menembus ruang kehampaan
meresap dalam jiwa yang telanjang

Tetes air mata terhenti
merenung sejenak
melepas lelah yang tak bertepi
terdiam dalam keheningan yang sunyi

Tetes air mata mendesah
di ujung penantian ia gelisah
berharap kapal akan bersandar
membuang sauh walau hanya sebentar
Tetes air mata tetap menunggu
dalam bayang-bayang kelabu
terbuai rasa yang menggebu
walau ia tahu semua itu semu

Tetes air mata menggeliat
pasrah…menanti…berharap
akan datangnya cahaya pagi

Tetes air mata tersungkur
bersimpuh di atas sajadah yang lusuh
bersujud..tafakkur..mengadu..merintih..
pasrah ke haribaan Illahi Rabbi

Gedongsongo, Agustus 2010
By Senja kaki bukit
◄ Posting Baru
 

Ad

business

technology

Copyright © 2012. Celoteh Kopi - All Rights Reserved B-Seo Versi 4 by Blog Bamz