Rabu, 29 September 2010

Cerpen : LARASATI..

By Pidri Esha | At 09.50 | Label : | 6 Comments
Larasati terdiam sudah tiga jam ia menatap monitor di depannya. Ia mendesah, bulir air mata perlahan menetes melewati kedua belah pipinya yang mulus. Ia sangat menyesal, marah, kecewa pada dirinya. Kenapa ia harus jatuh cinta lagi?. Tapi ia tak kuasa menolak, getaran-getaran cinta yang sudah lama terpendam, masa lalu yang sudah lama terkubur, tiba-tiba muncul kembali. Ia pejamkan matanya, dadanya terasa sesak, seolah-olah ada yang ingin meronta, menembus daging dan kulitnya. Ingin rasanya ia teriak tapi hening telah membungkamnya. Sekuat tenaga ia menahan isaknya sebab hening akan menjadi kotor karenanya.   

Berawal dari jejaring sosial  yang memberi layanan untuk menemukan siapa saja, baik teman lama atau teman baru yang belum sama sekali kenal, entah benar atau tidak yang jelas dunia maya bisa menjadi nyata, yang tak mungkin bisa jadi mungkin. Sebuah permintaan pertemanan dari Heru dilampiri pesan : Masih ingat diriku? Larasati termangu, masih terekam dengan jelas segala kenangan serba indah bersama Heru mantan kekasihnya. Heru selalu memeluknya hangat ketika ia menangis. Heru yang mengecup keningnya kali pertama dengan mesra sambil membawa bunga di hari ulang tahunnya. 

***                                                                                            
Kini sebagai wanita karier ia sukses. Keluarganya yang bahagia, anaknya yang pintar dan lucu-lucu, tak kurang suatu apapun. Suami yang sungguh memperhatikannya, selalu mendukungnya bahkan tak pernah sekalipun menyakiti hatinya. Tapi di dasar hatinya paling dalam ia menangis karena ia merasa dirinya sudah kotor. Sebenarnya ia tak begitu berharap lebih apalagi membuat orang jatuh cinta padanya, tapi kenyataan lain. Ia tak kuasa menolak, benteng pertahanannya yang selama ini kokoh tiba-tiba runtuh. Dan ia tak tahu kenapa?  

Sejak saat itu ia menjelma menjadi pencuri untuk sekedar melihat kekasihnya. Pertemuan-pertemuan dipintalnya dengan rapi, bahkan tak berlebihan jika ia mengajak kekasihnya itu tidak sekedar bertemu, saling menatap mata, mengecup bibir dan saling meraba. Heru begitu hebat, begitu mempesona, begitu menakjubkan. Tanpa malu-malu ia bergandengan tangan, bersandar di dadanya yang bidang. Padahal ia tahu, dada itu bukan miliknya lagi, tangan yang kokoh itu tak pantas ia genggam, wajah yang mempesona itu tak pantas ia elus. Dan ia tak tahu kenapa ia begitu menikmati semua sensasi yang membuncah dalam jiwanya.  

Jika mereka tidak bertemu, lewat sarana lain mereka menumpahkan segala kerinduan. Dalam hitungan detik ia sudah menghadapi kekasihnya di chat box. Bahkan tidak hanya saling melemparkan tulisan, fasilitas webcam setidaknya telah mengurangi rasa rindunya. Di monitor semua jadi nyata, ia masih bisa melihat senyum kekasihnya, wajahnya yang mempesona, rahangnya yang kokoh, menambah kejantanan seorang pria.  

***                                                                                    
Siang tadi, ia menunaikan janji dengan Heru kekasihnya. Seharusnya pertemuan ke sekian itu bisa membahagiakannya, tapi kenapa bertemu dengan orang yang dicintainya malah menoreh luka? Padahal nyaris seharian ia bersamanya, merayakan cinta yang pernah tertunda, cinta lama belum kelar (CLBK). Itulah pertemuan terakhir ia dengan Heru kekasihnya. Saat pesawat yang membawa Heru hilang dari pandangannya, tiba-tiba ia merasa terhempas ke dunia nyata, dunia sebenarnya yang selama ini tempat ia berpijak. Ia seperti bermimpi padahal tidak, mimpi yang menorehkan luka yang begitu dalam.  Kini ia ia hanya bisa memegang dadanya seperti menemukan luka yang masih basah dan tersimpan dalam di hati. Luka yang barangkali waktu tak akan bisa menyembuhkannya.  

Larasati kembali memegang dadanya erat-erat. Malam itu hening benar-benar menghancurkannya. Suara angin malam mendesau menerpa pucuk dedaunan menambah sayatan di dadanya. Kenangan indah bersama Heru siang tadi, berhamburan menjelma menjadi silet yang mencabik-cabik begitu saja. Apa yang harus kulakukan? Larasati resah.  

“Laras sayang…”! Ia tersentak. Suara lembut itu menambah perih hatinya.  
Tiba-tiba suaminya sudah memeluk erat dirinya. Ia tertunduk, air matanya bertambah deras dan ia tak sanggup, tak ada kekuatan sekalipun tuk memandang wajah suaminya.  

“Aku sudah tahu semua apa yang kamu lakukan”, bisik suaminya dengan tenang.
Bagai petir di siang bolong mendengar penuturan itu. Seketika ia terhenyak, terlempar ke jurang yang paling dalam, serasa nyawanya lolos dari raga. Ia merasa tak punya harga diri lagi di mata suaminya. Ingin rasanya ia teriak menumpahkan segala beban yang ada di dadanya.

“Laras, semua kuserahkan kepadamu, itu tanggung jawabmu”, lanjut suaminya dengan suara lembut seraya menyeka air matanya dan memeluknya kembali dengan penuh kasih sayang.  
Ia semakin terpuruk melihat sikap suaminya yang begitu baik, begitu sayang, berjiwa besar, tenang dalam menghadapi persoalan yang berat ini, bahkan tak sepatah kata marah keluar dari mulut suaminya. Jiwanya benar-benar lelah. Ia ingin mengakhiri dan melupakan semua apa yang telah ia lakukan selama ini.  
“Ma’afkan aku mas..”! Larasati berbisik lirih.

 
Larasati...
Berkelana iris janji
mengejar bisikan
bisikan memacu hasrat
desir-desir mimpi
isyaratkan legit dunia...
#Part song by DEWA19@

Gedongsongo, September 2010
By Senja kaki bukit


Selasa, 21 September 2010

Kisah Mawar, Kupu-kupu dan Kumbang

By Pidri Esha | At 08.53 | Label : | 1 Comments
Lelah seharian kupu-kupu itu terbang mengitari alam. Tak terperikan betapa letih hatinya, jiwanya. Terkadang tak peduli hujan badai, ia terjang. Hanya tuk menemukan mawar yang tlh lama ia tinggalkan.
Silaunya matahari coba ditepisnya tapi tak mengurangi rasa panas sengatan matahari.

Kupu-kupu itu hinggap di pohon perdu. Lembutnya hembusan angin terasa sejuk.“Ahh..”, kupu-kupu itu mendesah.
Di ujung sana ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Ia melihat sekuntum mawar, sepertinya ia kenal.

Terbanglah ia ke arah mawar itu. Ia terkesima dan berkata :
“Mawar, benarkah ini dirimu?’.
Mawar menoleh ke arah suara tersebut. Dan ia pun kaget bercampu senang dan haru.

“Kupu-kupu, sudah lama aku menantimu, aku rindu celotehmu”, jawab mawar dengan hati yang berbunga-bunga.
Kupu-kupu dan mawar itu melepas rindu, bercerita, bercengkerama, mencurahkan segala rasa.
Tiba-tiba datanglah kumbang dengan wajah garang.

“Mawar, apa yang kau lakukan”, teriak kumbang.
Dengan ketakutan yang luar biasa, dan terbata-bata mawar menjawab,
“Aaakkuu…lagi ngobrol sama-sama kupu-kupu”.
“Tidak boleh, tak seorangpun yang boleh mendekatimu”, teriak kumbang dengan suara menggelegar.
“Tapi, kupu-kupu sahabat lamaku”, jawab mawar memohon.

Kupu-kupu mencoba tuk menjelaskan semua. Belum sempat ia membuka mulut, sebuah pukulan melayang di wajahnya.
Kupu-kupu itu terjengkang. Mawar menjerit. Mencoba tuk melerai hingga kelopaknya terberai.
Dengan wajah bengis kumbang terus menghajar kupu-kupu.

Akhirnya demi kebaikan bersama kupu-kupu mengalah. Dengan tertatih-tatih ia terbang dan hinggap di rimbunnya perdu.
Sambil terisak, mawar merangkai kelopaknya satu persatu yang jatuh ke tanah. Sedangkan kumbang hanya menatap dengan angkuhnya, tak terbersit sedikitpun di pikirannya tuk membantu. Dari balik rumpun perdu, kupu-kupu hanya bisa mendesah gundah melihat kejadian itu.

Gedongsongo, Agustus 2010
By Senja kaki Bukit

http://flashfiction.ubudwritersfestival.com/2010/08/kisah-mawar-kupu2-dan-kumbang-3/

Sekilas Bayangan (Terjebak Dalam Jiwa)

By Pidri Esha | At 08.24 | Label : | 0 Comments












Derasnya hujan tak menghalangiku
berdiri terpaku menanti pesan darimu
Lelah mata ini memandang
Lelah jiwa ini berdendang

Lewat pesan dan bayangan
dirimu hadir sekilas
melewati padatnya jalanan
Sesaat kurasakan kehadiranmu

dari balik jendela kaca mobilmu
kulihat senyum manis mengembang dibibir yang basah
kukedipkan mataku..merona wajahmu..
kaupun tersipu malu
Aku dan dirimu hanya termangu,
terpaku, diam tanpa kata,
terjebak dalam kemacetan jiwa..

Bayangan itu semakin menjauh
lambaian tangan yang tersamar
tertimpa derasnya hujan
menghilang dibalik tikungan
membawa sejuta pesona
entah kapan akan terulang..












Ambarawa, September 2010
By Senja Kaki Bukit

TETES AIR MATA

By Pidri Esha | At 08.12 | Label : | 0 Comments
Tetes air mata bergulir
melewati celah kedukaan
menembus ruang kehampaan
meresap dalam jiwa yang telanjang

Tetes air mata terhenti
merenung sejenak
melepas lelah yang tak bertepi
terdiam dalam keheningan yang sunyi

Tetes air mata mendesah
di ujung penantian ia gelisah
berharap kapal akan bersandar
membuang sauh walau hanya sebentar
Tetes air mata tetap menunggu
dalam bayang-bayang kelabu
terbuai rasa yang menggebu
walau ia tahu semua itu semu

Tetes air mata menggeliat
pasrah…menanti…berharap
akan datangnya cahaya pagi

Tetes air mata tersungkur
bersimpuh di atas sajadah yang lusuh
bersujud..tafakkur..mengadu..merintih..
pasrah ke haribaan Illahi Rabbi

Gedongsongo, Agustus 2010
By Senja kaki bukit
◄ Posting Baru
 

Ad

business

technology

Copyright © 2012. Celoteh Kopi - All Rights Reserved B-Seo Versi 4 by Blog Bamz